Bandung, Sambasnews.id – Pendidikan merupakan gudang aset dalam membangun peradaban kemajuan sebuah bangsa. Aset itu adalah lahirnya generasi yang memiliki talenta dan bakat yang dikemas melalui layanan ” Pendidikan ” yang sesuai dengan tuntutan kekuatan kodrat anak-anak.
Yudi Latief M.A, P.h D Cendekiawan mengatakan bahwa dunia pendidikan kita pada saat ini melenceng jauh dari orbit hakikat pendidikan sesungguhnya. Paling jauh, yang dikembangkan dalam sistem persekolahan kita hanyalah “pengajaran” (onderwijs)– pemberian materi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan, dengan mata pelajaran yang sarat muatan kognitif.
Bias pengajaran membuat dunia pendidikan pada umumnya mengabaikan tugas mendidik: memberikan tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak.
Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa “pendidikan”(opvoeding) merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran. Pendidikan bermaksud “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-setingginya”.
Singkat kata, pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan mempelajari dan mengembangkan kehidupan sepanjang hidup, yang diperantarai sekaligus membentuk kebudayaan.
Dalam proses belajar memanusiakan dan membudayakan itu, tugas guru bukanlah memaksakan sesuatu pada anak, melainkan menuntun mengeluarkan potensi bawaan anak agar bertumbuh.
Dari situlah muncul istilah education (Latin: educare; ex-ducare) yang berarti mengeluarkan dan menuntun, dalam arti mengaktifkan kekuatan terpendam bawaan sang anak.
Selanjutnya apa yang harus diaktifkan dari kekuatan terpendan itu? Kekuatan itu adalah budi-pekerti.
Budi mengandung arti “pikiran, perasaan dan kemauan” (aspek batin); pekerti artinya “tenaga” atau “daya” (aspek lahir). Alhasil, pendidikan budi-pekerti mengupayakan bersatunya pikiran, perasaan dan kemauan manusia yang mendorong kekuatan tenaga yang dapat melahirkan penciptaan dan perbuatan yg baik, benar dan indah.
Dengan “budi-pekerti” anak didik diharapkan berdiri sebagai manusia merdeka yang mengandung tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang-orang lain, dapat mengatur diri sendiri dan sebagai manusia merdeka yang dikehendaki bukanlah pribadi individualistis seperti dlm konsepsi libertarian, melainkan pribadi etis yang memahami tanggung jawabnya bagi kebajikan hidup bersama, tegas Yudi Latief.
(Kang Amat)