“Bahkan kalau dikaitkan dengan suasana chaos dengan kategori kondisi force majeur, sehingga penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh Penegak Hukum Polri yang dianggap sebagai pemicu tragedi Kanjuruhan, bahkan penggunaan gas air mata dianggap melanggar aturan internal FIFA,” terangnya.
Lanjutnya, ada polemik mengenai legitimasi dan levelitas antara regulasi FIFA dan Hukum Nasional mengenai dampak picuan penggunaan gas air mata.
“Kedua aturan ini, FIFA dan Hukum Nasional memiliki relasi dan integritas yg saling mengisi, namun haruslah dipahami bahwa The Sovereignty Of National Law Is The Supreme Law,” ungkapnya.
Haruslah diakui bahwa Kedaulatan Hukum Nasional harus diapresiasi sebagai hukum tertinggi. Bahkan Hukum secara universal mengakui bahwa dalam kondisi darurat chaos kebutuhan tindakan preventive force adalah lawful dan legitimatif untuk mencegah dampak yang lebih luas terhadap kondisi dan lingkungan yang membahayakan saat itu.
Baca berita dihalaman selanjutnya…