Catatan KPAI Tahun 2022, Pengeroyokan ABG dan Tawuran Pelajar Marak Terjadi Meski Masa Pandemi

3. KPAI mendorong satuan Pendidikan, baik sekolah di bawah kewenangan KemendikbudRistek maupun Madrasah dan pondok pesantren di bawah kewenangan Kementerian Agama untuk membangun system pencegahan di lingkungan sekolah, seperti menyediakan system pengaduan kekerasan yang melindungi korban dan saksi, termasuk pembentukan satgas anti kekerasan sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan Pendidikan. KPAI juga mendorong Kementerian Agama RI memiliki peraturan Menteri yang sama untuk lingkungan madrasah dan pesantren.

4. KPAI mendorong revisi Permendikbud No. 82/2015 terkait penanganan kekerasan dengan mendasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Karena selama ini, peserta didik yang terlibat kekerasan, selalu diberikan sanksi di keluarkan dari sekolah atau tidak dinaikan/diluluskan. Dampak mengeluarkan siswa yang melakukan kekerasan bisa membuat peserta didik tersebut berhenti sekolah atau DO, bisa karena factor tidak ada biaya tapi bisa juga karena factor ditolak sekolah lain. Kalaupun diterima di sekolah lain, anak pelaku kekerasan belum tentu memiliki efek jera, bahkan kerap kali malah memindahkan kekerasannya di tempat lain. Pihak sekolah kerap kali tidak melihat akar masalah mengapa seorang anak melakukan kekerasan, disini peran guru Bimbingan Konseling (BK) dan walikelas menjadi sangat penting.

Bacaan Lainnya

5. KPAI mendorong Dinas Pendidikan memiliki program pencegahan tawuran pelajar, tidak melulu membentuk satgas anti tawuran dan membuat deklarasi anti tawuran, karena faktanya tawuran terus terjadi. Mengeluarkan anak pelaku tawuran dari sekolahnya juga tak menyelesaikan masalah, karena begitu pindah, ternyata hanya memindahkan masalah yang tak diselesaikan. Perlu dipikirkan cara-cara pencegahan yang lebih tepat dan berbasis ke akar masalahnya. Oleh karena itu, KPAI mendorong pemerintah setempat harus tegas memberikan kebijakan afirmasi kepada anak-anak yang selama ini left behind (tertinggal. Terabaikan) dalam proses pendidikan, misalnya anak dari keluarga miskin, anak-anak difabel, korban kekerasan dan lainnya.

Baca berita dihalaman selanjutnya…

Pos terkait