Oleh: Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP., M.Si
SAMBASNEWS.id – Korupsi dan Kekuasaan ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak korupsi. Inilah hakikat dari pernyatan Lord Acton Power tends to corrupt and adsolute power corrupt absolutely (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secar absolut).
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak kurang sudah 176 kepala daerah tersandung permasalahan hukum. Terakhir dan saat ini adalah adalah Gubernur Papua, Lukas Enembe. Bagaimana tidak, di balik dugaan gratifikasi Rp 1 miliar yang disangka KPK ternyata turut ditemukan adanya aliran dana tak wajar yang mencapai setengah triliun rupiah. Jika kemudian tudingan dan temuan KPK terbukti, maka Lukas bisa dianggap kepala daerah paling korup sepanjang sejarah.
Merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, Lukas disinyalir melakukan penyelewengan anggaran operasional pimpinan dan pengelolaan Pekan Olahraga Nasional. Dalam konteks ini menjadi menarik jika dibenturkan dengan isu efektivitas pengawasan oleh inspektorat daerah. Sebab, aliran dana tak wajar Lukas bukan baru-baru ini terdeteksi, melainkan sejak tahun 2017 sebagaimana disampaikan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. Hal itu menandakan selama lima tahun ke belakang praktis peran inspektorat lemah sebagai aparat pengawas internal pemerintah provinsi Papua sekaligus benteng awal preventif praktik korupsi.
Tidak cukup itu, sekalipun terdengar klasik namun faktor yang kerap menjadi motif kepala daerah terjerumus praktik korupsi adalah biaya politik tinggi. Misalnya saja, berdasarkan temuan Kementerian Dalam Negeri beberapa tahun lalu, anggaran yang harus disediakan calon kepala daerah bisa puluhan miliar rupiah, bahkan untuk level gubernur mencapai ratusan miliar rupiah. Jika dilihat pendapatan setiap bulan, mustahil pimpinan daerah tersebut dapat mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat masa kampanye. Pada titik ini kemudian praktik korupsi merajalela dan berhasil menyeret ratusan kepala daerah ke proses hukum.
Baca berita dihalaman selanjutnya…