Orang-orang yang ingin dianggap sebagai orang kaya, misalnya, padahal kenyataannya bertolak belakang dengan kehidupan mereka sesungguhnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah sebagai orang kaya. Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang kaya, semakin tersiksa pikiran dan jiwanya. Karena dia harus berpikir keras bagaimana dapat memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi orang kaya.
Para pedagang, yang hanya menjalankan usaha atau bisnisnya dengan tujuan komersial, yakni menangguk untung sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tanpa mengindahkan nilai-nilai moral (agama), akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias berbohong. Tidak jarang kita jumpai, mereka berlaku tidak jujur dalam menjalankan roda bisnisnya. Dalam perkataan, misalnya, mereka bahkan berani bersumpah atas nama Allah untuk meyakinkan pembeli agar tertarik untuk membeli barang dagangannya. Dalam tindakan, ada pedagang yang mengurangi timbangannya dengan beragam cara, dengan tujuan mendapat keuntungan lebih banyak dari kondisi timbangan normal.
Para pejabat publik, demi memenuhi pundi-pundi kekayaannya, seringkali melakukan tindak kebohongan; korupsi, kolusi, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menjadi hal yang dianggapnya lumrah.
Para intelektual, demi memenuhi persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya, tidak jarang melakukan perilaku tak terpuji; plagiarisme, data fiktif, serta tindak kecurangan lainnya, yang dianggap biasa untuk memuluskan karirnya.
Bagaimana pun, kebohongan yang sudah terlanjur mereka lakukan, jika tidak segera mereka sadari dan hentikan, akan menjerumuskannya pada kesengsaraan dan penderitaan. Penjara di dunia sudah menanti orang-orang yang tidak berlaku jujur. Penjara akhirat juga sudah siap menampungnya, jika mereka tidak segera tobat.
Untuk itu, berlaku jujurlah baik dalam ucapan ataupun tindakan. Betapapun pahitnya, yakinlah bahwa kejujuran akan lebih dihargai dan mendapat tempat di hati orang lain daripada kebohongan.
Sabtu, 6 Agustus 2022.
Dr. Rd. Ahmad Buchari, S.IP, M.Si.
(Mang Sambas)