Bandung, Sambasnews.id – Buruh menuntut pemerintah untuk menetapkan Upah Minimum Tahun 2022 tidak menggunakan formula perhitungan PP 36/2021.
Seperti yang diutarakan Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto, bahwa PP 36/2021 tentang pengupahan jangan dijadikan dasar dengan alasan UU Cipta Kerja yang diuji secara formil dan materiil di Mahkamah Konstitusi belum ada putusan, dan kita sedang menunggu jadwal sidang pembacaan putusan, karena PP 36/2021 merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja dan UU nya sedang diuji, sehingga pemerintah harus menghormati proses hukum di MK dengan menunda pelaksanaan UU CIPTA KERJA termasuk peraturan turunannya sampai adanya putusan MK baik secara formil dan materil, kemudian penetapan upah minimum berdasarkan PP 36/2021, ujar Roy.
Roy melihat apabila berlaku PP 36/2021 sebelum ada legitimasi, maka akan menghilangkan hak buruh melalui dewan pengupahan untuk berunding karena semua data-data sudah diputuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga fungsi Dewan Pengupahan hanya legitimasi dan mengamini saja, hal tersebut bertentangan dengan Konvensi ILO 98 tentang Hak Berunding Bersama dan juga KEPRES 107/2004 tentang Dewan Pengupahan, dalam PP 36/2021 mensyaratkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kabupaten/kota 3 tahun terakhir sedangkan tidak semua kabupaten/kota menghitung dan merilis pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tersebut, jauh-jauh hari kita teman-teman di kabupaten/kota sudah mencoba meminta data-data tersebut ke BPS kabupaten/kota namun BPS tersebut menyatakan tidak mempunyai data-data yang dibutuhkan tiba-tiba muncul Surat Edaran (SE) menaker RI tanggal 9 Nopember 2021 mengenai data-data pertumbuhan ekonomi se Indonesia, kami sangat meragukan data-data yang disampaikan Menaker tersebut, dalam sejarah pengupahan baru kali ini di Indonesia dalam penetapan Upah Minimum 2022 diatur mengenai ambang atas dan ambang bawah dalam penetapan upah minimum, kalau penerapan ambang batas dan ambang bawah diterapkan sudah dapat dipastikan upah buruh beberapa tahun kedepan tidak akan naik, kalaupun naik hanya berkisar 18 ribu rupiah, oleh karena itu Serikat Pekerja/Serikat Buruh ditingkat Nasional dan Tingkat Daerah sepakat untuk melakukan Mogok Daerah dan Mogok Nasional dengan tuntutan :
1. MK Batalkan UU Cipta Kerja.
2. Tetapkan Upah Minimum Tahun 2022 sebesar 10%
Mogok akan kita lakukan sebelum penetapan Upah Minimum Tahun 2022 dan di Bulan Desember 2022, apabila MK Tidak membatalkan UU CIPTA KERJA yang menurut kami bertentangan dengan UUD 1945 dan UU 12 tahun 2011 sebagaimana yang bisa kita lihat dalam fakta-fakta persidangan, semua Ahli menyatakan bahwa Metode Omnibus Law tidak dikenal dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
mogok nasional dan mogok daerah terpaksa kaum buruh lakukan karena Pemerintah memaksakan kehendak untuk mendegradasi hak-hak kaum buruh..!!
Pungkas Roy.
(Dadan Sambas)