Heru menambahkan,”bahwa Guru memang memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya sebagaimana dijamin dalam UUGD bunyi Pasal 39 ayat (1)”.
Namun demikian, Retno mengingatkan bahwa sanksi yang diberikan kepada peserta didik harus bersifat mendidik dan tidak diperkenankan dengan kekerasan, hal tersebut diatur dalam pasal 39 ayat (2) UUGD yang menegaskan bahwa “sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan”.
“Ketika seorang guru menegakan aturan terhadap anak didiknya, tanpa melakukan kekerasan, dalam hal ini hanya memotong sedikit rambut bagian depan agar sebagai penanda bahwa siswa tersebut rambutnya melampaui ketentuan yang dibolehkan dalam tatib sekolah, maka si guru wajib diberikan perlindungan dan rasa aman,” ungkap Retno.
Baca berita dihalaman selanjutnya…