700 Cadik Berpotensi Gugat Hasil PPDB SMAN Kota Bandung

SAMBASNEWS.id – Diperkirakan 700 Calon Peserta Didik (Cadik) yang gagal di terima pada PPDB online SMA Negeri Kota Bandung 2023, berpotensi menggugat sekolah jika tidak memaksimalkan kuota PPDB karena ada diindikasi adanya pelanggaran terhadap Permendikbud No 1 tahun 2021 dan UU Perdata pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Demikian salah satu kesimpulan dalam Diskusi antara Tim Pembela Korban (TPK) PPDB dengan LBH Bandung pada hari Selasa 20 Juni 2024 di Kantor LBH Bandung, yang dihadiri juga para pemerhati pendidikan dan beberapa Lawyer.

Bacaan Lainnya

Menurut Koordinator TPK PPDB Dwi Soebawanto diindikasi adanya pengurangan kuota PPDB online atau istilahnya spelling pada setiap jalur PPDB, sehingga berpengaruh pada jumlah persentase yang diterima. Contoh SMAN A dalam PPDB online tertulis kuota 340 siswa padahal jika dimaksimalkan sesuai dapodik tiap rombel 36 siswa, maka ada 20 siswa yang dirugikan. Sementara SMAN B dalam PPDB online tertulis kuota 320 siswa padahal jika dimaksimalkan sesuai dapodik tiap rombel 36 siswa, maka ada 40 siswa yang dirugikan, sedangkan SMAN C dalam PPDB online tertulis kuota 330 siswa jika dimaksimalkan sesuai dapodik tiap rombel 36 siswa, maka ada 30 siswa yang dirugikan, berdasarkan kajian 27 SMA Negeri di kota Bandung melakukan pengurangan kuota atau speling pada PPDB online. Kami akan mengecek antara kuota PPDB online dengan dapodik sekolah yang akan dikeluarkan bulan Agustus 2023 nanti.

Jika ada disparitas kuota antar PPDB online dan dapodik Fortusis akan mendampingi para orang tua siswa korban PPDB tersebut untuk melakukan gugatan hukum.

Dwi Soebawanto menambahkan contoh jalur zonasi 50 %, maka jika 320 x 50 % adalah 160, sementara 360×50% adalah 180, jadi ada 20 orang yang gagal masuk jalur zonasi karena spelling.

Sementara Dadan Sambas penggiat TPK PPDB dari Gerakan Masyarakat Pemerhati Pendidikan Untuk Reformasi (Gemppur) mengatan bahwa pengurangan kuota yang tidak sesuai dapodik melanggar Permendikbud No 1 tahun 2021 pasal 28 ayat (4) huruf d menyebutkan bahwa, “jumlah daya tampung yang tersedia pada kelas 1 (satu) SD, kelas 7 (tujuh) SMP, dan kelas 10 (sepuluh) SMA atau SMK sesuai dengan data rombongan belajar dalam Dapodik”. Sementara berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut”. Setiap siswa yang dirugikan berhak untuk menggugat sekolah baik melalui gugatan ganti rugi sesuai KUH Perdata pasal 1365, atau gugatan PTUN atas surat keputusan penerimaan siswa baru yang dikeluarkan oleh sekolah, yang dirasakan merugikan calon peserta didik baru.

Sementara Iwan Hermawan yang juga penggiat TPK PPDB untuk menghindari titipan dan jual beli kursi menuntut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menginstruksikan kepada para kepala sekolah se-Jawa Barat untuk konsisten berdasarkan kuota sesuai dapodik dengan memaksimalkan kuota tiap rombel, sehingga sekolah akan terbebas dari gugatan orang tua calon peserta didik baru, tutur Iwan Hermawan.

(Mang Sambas)

Pos terkait