Oleh : Jahar Qaulani
Kordinator Advokasi dan Perlindungan Guru FGBSN Jabar
Guru Bimbingan Konseling SMKN 3 Baleendah
SAMBASNEWS.id – Menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, yang menyatakan bahwa untuk memberikan disiplin edukatif di sekolah-sekolah harusnya diambil dari APH, Bhabinkamtibmas atau Babinsa. Menurut beliau, “Guru BP/BK itu harusnya diambil dari penegak hukum bisa Bhabinkamtibmas atau Babinsa. Tapi itu harus disepakati bersama, sehingga penegakan disiplin di lingkungan sekolah dilakukan sesuai dengan tupoksinya”.
Usulan gagasan ini jelas sangat kurang tepat dan keliru. Pernyataan ini terkesan menganggap tugas Guru Bimbingan Konseling (BK) adalah sebagai polisi sekolah yang bertugas merazia dan memberikan sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar.
Terkait pendisiplinan atau kewenangan memberikan sanksi bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah, sebenarnya tupoksi Wakasek. bidang kesiswaan, bukan tugas Guru BK.
Dalam permendikbud No. 111 tahun 2014. Fungsi, peran dan posisi BK sangat jelas. Tugas BK adalah membantu siswa mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir. Pendekatan yang dipakai oleh BK adalah preventif-developmental, bukan korektif, apalagi represif. Selain itu, BK tidak hanya melayani siswa yang bermasalah atau terlibat dalam kenakalan remaja saja, tetapi semua siswa baik yang bermasalah atau tidak. Makanya di dalam BK ada juga layanan peminatan dan perencanaan karir dan belajar.
Walaupun pada pada kenyataannya guru BK banyak mengalami kendala untuk melakukan itu secara optimal. Diantara kendalanya adalah banyak sekolah yang kekurangan guru BK. Idealnya rasio jumlah siswa binaan 1 guru BK : 150 siswa. Tapi pada kenyataan banyak Guru BK yang menangani atau membina siswa lebih dari 200 siswa. Di tambah masih banyak guru BK yang tidak diberikan jam untuk masuk kelas, tidak diberikan ruang kesempatan untuk berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan dan kebijakan sekolah. Sehingga upaya preventif-developmental kurang optimal.
Terkait masalah bullying, kekerasan dan karakter siswa adalah masalah dan tanggung jawab bersama. Bukan hanya tanggung jawab sekolah. Tetapi juga tanggung jawab orang tua, pemerintah, para pejabat negara, tokoh masyarakat/publik, LSM/ormas. Jangan semua masalah kenakalan remaja diserahkan kepada sekolah atau sekolah selalu dijadikan kambing hitam.
Bisa jadi perilaku bullying yang dilakukan oleh siswa merupakan hasil apa yang mereka lihat baik melalui film, video di media sosial seperti adegan kekerasan, bully, tawuran, dan lain-lain. atau bisa jadi para siswa mencontoh perilaku orang tuanya, elit-elit politik, pejabat, anggota DPR, tokoh masyarakat atau orang dewasa yang melakukan kekerasan dan saling membully.
Maka dari itu, mari kita sama-sama menjadi teladan bagi generasi muda. Dan kami berharap pemerintah dapat memberikan perlindungan secara nyata, kenyamanan dan ketenangan kepada guru dalam menjalankan tugasnya.
Dan kami juga berharap kepada orang tua, pejabat, tokoh masyarakat, tokoh publik, LSM/ormas dapat menciptakan kondisi yang aman dan nyaman serta menjadi teladan bagi anak-anaknya dan generasi muda di lingkungannya masing-masing.
(Mang Sambas)