Menurutnya “Besar kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi, karena sekalipun materinya menarik berkonstrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukan bahwa siswa mampu mendengarkan, tanpa memikirkan, dengan kecepatan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara terlambat, siswa cenderung jenuh dan pikiran mereka mengembara entah kemana” (halaman 24, 2019).
Beliau juga mengutip hasil penelitian Pollio (1984) dan McKeachie (1986), dengan mengambil objek kajian mahasiswanya. Bahwa perkuliahan dengan bergaya banyak menerangkan, mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40 persen dari seluruh waktu kuliah. Mahasiswa hanya dapat mengingat 70 persen dalam sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan sepuluh menit terakhir mereka hanya dapat mengingat 20 persen materi kuliah. Itu kenyataannya. Dan mereka yang belajar adalah para mahasiswa, bagaimana dengan level para siswa.
Memetik pelajaran di atas, pertama kemampuan menyimak materi dengan metode menerangkan satu arah dari seorang guru tidak efektif. Kalaulah efektif hanya beberapa menit di awal saja, selebihnya daya konsentrasi siswa menurun.
Kedua, bila memang ada sebagian siswa yang merasa nyaman dengan metode menerangkan seperti itu, mungkin jumlahnya tidak banyak, dan mereka tergolong ke dalam tipikal cara belajar mendengarkan (auditori).
Baca Juga :
ACTIVE LEARNING Menghidupkan Roh Belajar Siswa (2)
Ketiga, metode menerangkan ini akan menjadikan kreativitas siswa tidak berkembang. Siswa tidak terasah akan daya kritisnya. Siswa tidak dapat mengeksplor kemampuan dan pengalamannya. Semua informasi hanya dari sang guru saja yang memiliki. Hal ini akan menghambat potensi siswa, dan menjadikan guru adalah sumber ilmu dan informasi segalanya.