Bencana Sukawening Kabupaten Garut, Potret Carut Marutnya Tata Kelola Alih Fungsi Lahan

Bandung, Sambasnews.id – Bencana Banjir Bandang Sungai Ciloa Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut menjadi sebuah bukti nyata carut marutnya pengelolaan lingkungan di negara kita, termasuk di Jawa Barat.

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi berupa banjir selain intensitas hujan yang lebat juga tak kalah pentingnya alih fungsi lahan yang sangat masif.

Bacaan Lainnya

Rahmat Suprihat, Dir. Litbang Peduli Lingkungan Jawa Barat mengatakan bahwa bencana banjir yang terjadi pada hari sabtu (27/11) merupakan satu dari banyak bencana banjir yang terjadi di Jawa Barat dan hal ini dikhawatirkan akan terus terjadi seiring lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan alih fungsi lahan baik yang dilaksanakan secara legal terlebih secara ilegal.

Bentuk Subdas di lokasi kejadian banjir (lingkaran biru), Hulunya sudah rusak beralih fungsi lahan.

Selain itu komunikasi dan koordinasi antara pemerintah daerah yang secara administratif sebagai pemegang kewenangan untuk masalah alih fungsi lahan dengan pihak-pihak terkait sepertinya kurang maksimal.
Selain itu pemanfaatan lahan untuk kegiatan apapun yang selama ini dilakukan oleh individu atau badan usaha cenderung mengesampingkan kajian lingkungan.

Berdasarkan informasi yang saya terima area Sungai Ciloa Kecamatan Sukawening masuk ke Subdas Citameng, yang mana di daerah hulunya sudah rusak dan sudah beralih fungsi menjadi lahan dengan pola pertanian berkebun dan ladang dengan luas Subdasnya sendiri sekitar 4800 Ha.

Rahmat Suprihat, Direktur Litbang Peduli Lingkungan Jawa Barat (Pelija)

Idealnya segala bentuk perijinan peralihan tata ruang dengan segenap pemanfaatannya harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, tegas Rahmat.

Sudah saatnya pemerintah daerah bersama SKPD terkait melakukan audit lingkungan secara komprehensif dan memetakan tindakan solutif dan ini berlaku bagi semua wilayah di Jawa Barat.

Selain itu upaya penegakkan hukum bagi siapapun pelanggar aturan pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai semestinya harus dilaksanakan dengan sepenuh hati.

Dan yang tak kalah pentingnya upaya pencegahan dengan memaksimalkan edukasi dan sosialisasi dengan masyarakat penggarap harus dilakukan secara masif serta didukung oleh monitoring yang konsisten.

Di era yang canggih ini sepertinya keterbatasan koordinasi dan komunikasi dalam balutan kinerja bersama menjadi sangat mudah namun mampukah kinerja aparatur memanfaatkannya untuk mendapatkan hasil cepat, akurat dan maksimal, tegas Rahmat.

(Kang Amat)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *