(3) Klaster sekolah
Hasil pemantauan media maupun pengawasan langsung ke satuan pendidikan, KPAI menemukan bahwa ada sekolah-sekolah yang pernah menjadi kluster sekolah atau setidaknya pernah di tutup sementara karena ada warga sekolah yang terinfeksi covid-19 dari klaster sekolah. Dari hasil pengawasan PTM, klaster sekolah muncul karena ada pengabaian, antara lain: melepas masker dalam ruangan, tidak enak badan tetapi tetap datang ke sekolah untuk PTM, dan warga sekolah yang belum di vaksin, karena ada sebagian kasus peserta didik dan pendidik yang terkonfirmasi covid-19 ternyata belum divaksinasi.Apalagi peserta didik usia TK dan SD, selain belum divaksin, perilaku anak-anak usia itu cenderung sulit dikontrol.
Berdasarkan sejumlah laporan di media massa, ada sejumlah daerah yang muncul klaster sekolah, diantaranya adalah : Purbalingga, Grobogan, Jepara, Solo, Semarang, Salatiga, Pati (Jawa Tengah); Majalengka, Kota Bandung, Tasikmalaya, Indramayu, Kota Depok, dan Kota Bekasi (Jawa Barat); Gunung Kidul, Sleman, dan Bantul, (Daerah Istimewa Yogajakarta); Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten); Padang Panjang dan Kota Padang (Sumatera Barat); Kab Mamasa (Sulawesi Barat), dan Tabanan (Bali).
Ketika di temukan adanya kluster sekolah atau warga sekolah yang terkonfirmasi covid-19, maka sekolah akan ditutup sementara.Jika terjadi klaster sekolah, maka sekolah tatap muka ditutup selama 2 minggu, seluruh proses pembelajaran kembali dilakukan secara daring. Namun, ketika ada warga sekolah yang terkonfirmasi covid yang jumlahnya hanya 1-3 orang maka sekolah tatap muka dihentikan selama 3-5 hari saja. Selain itu, KPAI mengapresiasi sejumlah pemerintah daerah yang melakukan testing-tracing dan treatment (3T) covid-19 secara acak setelah daerah menggelar PTM terbatas. Dari hasil 3T tersebut ternyata di peroleh peserta didik maupun pendidik yang terkonfirmasi covid-19.