Jakarta, Sambasnews.id – Stigma ganti Menteri ganti kurikulum akhirnya mengarah ke Menteri Nadiem, meskipun Mas Menteri cenderung mengelak dengan berbagai argumen. Namun, dari 2 regulasi yang di keluarkan Menteri Nadiem, sangat jelas bahwa ada pergantian kurikulum Nasional. Kedua regulasi tersebut adalah Permendikbud RI No. 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus (darurat) dan Kepmendikbudristek No. 371 Tahun 2021 tentang Program Sekolah Penggerak, ternyata isinya adalah Kurikulum Prototipe.
Publik menganggap bahwa kurikulum yang terbungkus dalam Permendikbud atau Kepmendikbudristek itu adalah kurikulum baru. Meskipun Menteri Nadiem tetap berdalih bahwa kurikulum itu diterapkan secara opsional bagi sekolah yang siap atau sekolah penggerak saja, bukan kurikulum nasional. “Dalih Nadiem Makarim justru berpotensi membahayakan pendidikan nasional, karena ada ketidakpastian. Sekolah dan masyarakat akan bingung, mana yang lebih baik antara kedua kurikulum itu dan khawatir kalau di sekolah anaknya belum menerapkan kurikulum Prototipe”, ujar Heru Purnomo, Sekretaris Jenderal FSGI.
Catatan Kritis FSGI
Pertama, Anggaran Kurikulum Prototipe Sangat Besar
Berdasarkan data, saat ini sebanyak 2.500 Sekolah Penggerak (SP) dan 18.800 Guru Penggerak (GP) untuk ujicoba Kurikulum Prototipe tahun 2021 telah menghabiskan Dana 2,86 T. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan anggaran ujicoba Kurikulum 2013, yaitu Rp 1.46 T untuk 6.326 Sekolah dan pelatihan guru secara besar-besaran. Anggaran lebih besar untuk kurikulum prototype, karena sekolah penggerak mendapatkan support dana khusus. Hingga Tahun 2024 nanti, apakah 40.000 Sekolah Penggerak dan 405.000 guru penggerak yang menjalankan Kurikulum Prototipe, dapat menjadi dasar kuat bagi KemendikbudRistek untuk menerapkan Kurikulum Prototipe ke 400.000 sekolah termasuk yang bukan sekolah penggerak?