SAMBASNEWS.id – Dosen Prodi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Riau melaporkan tindakan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh oknum pimpinan malah mendapatkan tindakan diskriminatif, Persekusi, intimidasi dan tindakan lain sebagainya.
Seperti yang disampaikan Dr. Tuti Khairani Harahap, S.Sos., M.Si pada Jum’at (19/05/2023), salah seorang dosen Prodi Administrasi Publik di Fisip UNRI bahwa pengaduan yang dibuatnya atas pemalsuan tanda tangannya berawal pada tahun 2007 yang merasa di fitnah dan tanda tangannya dipalsukan oleh oknum pimpinan saat penelitian dan ia dapat membuktikan bahwa tidak terlibat dalam kasus korupsi. Akibat dari kejadian tersebut Dr. Tuti merasa banyak tindakan yang dirasakan sangat tidak adil bagi dirinya karena banyak hak-hak profesi yang diamputasi bahkan dihilangkan, antara lain:
– Tahun 2011 pulang tugas belajar S3 dari Program Doktor Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi Univ. Brawijaya dan Peserta beasiswa Sandwich Program di Latrobe University Melbourne di non aktifkan sampai batas waktu yang tidak ditentukan dengan rapat bohong dan rekayasa diduga balas dendam karena tidak mau bekerjasama dalam kasus korupsi para oknum pimpinan sebelum berangkat S3.
– Di demo dengan propaganda saat pulang tugas Negara presentasi karya ilmiah Asosiasi keilmuan dunia di Maroko;
– Di paksa untuk menerima dana penelitian dari hak sebenarnya 56.500.000 juta tapi terima 15.000.000 juta jika menggugat maka penelitian tidak diberikan lagi dan tidak ditanda tangani pimpinan lembaga;
– Ada dugaan korupsi uang tunjangan kinerja dari tahun 2016 dari hak 4.500.000 an tapi diberikan ada yang dibawah 1 juta dan banyak yang kurang. Padahal semuanya telah diatur dalam aturan perundang-undangan sesuai tingkat dan jabatan;
– Serdos sudah setahun tidak dibayar, THR tidak dibayar dan gaji pokok dihentikan padahal sudah diperiksa pihak Itjen tapi tidak ada perlindungan;
– Mau di jebak Saber Pungli melalui mahasiswi S2 yang minta tanda tangan dan mendesak, padahal saya belum diberikan hasil revisi ujian tesisnya, diduga suruhan oknum pimpinan. Mahasiswa yang membawa uang diduga ratusan juta di ruang kuliah yang direkayasa. Saat ini mahasiswa tersebut sudah diwisuda dan tanpa nilai serta tanda tangan dari saya;
– Pemalsuan tanda tangan atas nama saya adalah sebuah tindakan pidana, pemalsuan nilai, pemalsuan nama pembimbing Tesis. Sampai dalam jurnal Ilmiah Tesis disebutkan pembimbing tesis mahasiswa diganti Dosen yang masih bergelar S1 dan sedang kuliah di Program Magister tersebut. Tetapi mahasiswa yang tidak diuji dan masih bimbingannya diganti pembimbingnya secara sepihak menjadi oknum pimpinan yang memalsukan tanda tangannya, sedangkan mahasiswa yang sudah dibimbing dan sudah di uji oleh Dr. Tuti dan belum dinilai olehnya namun dipalsukan tanda tangannya oleh oknum pimpinan yang menandatangani tanpa ada pemberitahuan apapun. Bahkan ada mahasiswa yang dibimbing dan diuji yang meminta tanda tangan dan nilai Dr. Tuti sama-sama di wisuda dengan mahasiswa yang yang dibimbing dan diuji Dr. Tuti tapi nilai dan tanda tangannya dilakukan oleh oknum pimpinan.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh Dr. Tuti dengan melaporkan pencemaran nama baik, pemalsuan tanda tangan di skripsi mahasiswa bimbingannya kepada pimpinan universitas tapi tidak ada hasilnya. Padahal dalam laporannya Dr. Tuti menyatakan telah menerima penghinaan, penganiyaan, pembunuhan karakter serta pencemaran nama baik. Hukuman lain pun diterima oleh Dr. Tuti dengan tidak boleh masuk untuk mengajar dan ruangan kuliah dikunci serta mahasiswa diintimidasi tidak diperbolehkan mengikuti perkuliahan dengan Dr. Tuti. Tindakan lain dirasakan Dr. Tuti juga tidak diberikan haknya untuk mendapatkan honor mengajar selama 2 semester yaitu semester pendek 2014 dan semester genap 2014/2015. Jadi ada kejahatan yang tersistemik merusak pendidikan tinggi negeri, ujar Dr. Tuti.
Saat ini bagi Dr. Tuti hanya mengharapkan keadilan serta berharap melalui gelar yang dimilikinya mendapat kepastian hukum terhadap kasus yang menimpanya dan sudah dilaporkan kepada pejabat dan instansi terkait yang memiliki kewenangan, dan Dr. Tuti masih percaya bahwa negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum. Harapan lainnya yaitu agar Menkopolhukam, Kemendikbudristek, Polri, Ombudsman RI, Kejaksaan Agung, KPK, Komisi ASN turun tangan guna melakukan investigasi, serta memohon juga kepada Bapak Presiden RI untuk membantu dalam upaya menjunjung nilai moral, integritas dan kredibilitas guna menyelamatkan pendidikan tinggi di Bumi Pertiwi, pungkasnya.
Sumber: Dr. Tuti Khairani Harahap, S.Sos., M.Si
Dosen Prodi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Riau
(Mang Sambas)