Pemerhati Anak Kecam Guru Ngaji di Sleman Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap 15 Anak di Bawah Umur

JAKARTA, SAMBASNEWS.id – Pada tahun 2023 ini, tercatat 2 (dua) tindak kekerasan seksual (KS) terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang guru ngaji. Pertama, terungkap pada Januari 2023 di kabupaten Batang, Jawa Tengah, dimana oknum guru ngaji dan pelatih rebana berinisal M (28 tahun) melakukan tindakan asusial terhadap 21 murinya yang masih berusia 5-13 tahun. Kedua, terungkap pada Mei 2023 di di Kapanewon Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, berinisial K (50) dengan jumlah korban mencapai 15 orang, diantaranya ada dua kakak beradik yang juga menjadi korban. Bahkan, Satu korban yang usia 16 tahun mengalami pemerkosaan dari oknum guru ngaji tersebut.

Modus pelaku adalah memberikan doktrin-doktrin, bahkan pelaku kerap marah-marah dan mengancam korban jika permintaanya tidak dituruti. Peristiwa dugaan tindak asusila ini terungkap, setelah salah satu korban berani bercerita kepada saudaranya. Keluarga lantas mengadu ke perangkat RT, RW, Kelurahan hingga akhirnya dilaporkan ke Polisi. Saat ini pelaku sudah ditahan oleh pihak kepolisian.

Bacaan Lainnya

“Ini adalah bentuk kejaharan seksual orang dewasa terhadap anak di bawah umur dengan menggunakan relasi kuasa yang kuat, sehingga pelaku dapat menggunakan kuasanya untuk melakukan manipulasi dan pengancaman terhadap anak korban”, ungkap Retno Listyarti, Pemerhati Anak dan Pendidikan.

Kasus-kasus KS yang terjadi di satuan pendidikan berasrama berbasis agama selama ini, tidak hanya agama Islam seperti Ponpes, namun juga di sekolah berasrama seperti di Medan dan di Alor dilakukan oleh pendeta dan calon pendeta terhadap siswanya yang masih di bawah umur, maupun di tempat-tempat pengajian anak-anak, dimana anak-anak tersebut bisa mengaji di guru yang sama selama bertahun-tahun karena tempat mengaji dekat dengan rumahnya. Ternyata, kondisi tersebut berpotensi dapat menguatkan relasi kuasa antara tokoh agama dan muridnya melekat kuat di satuan Pendidikan berasrama maupun tempat-tempat pengajian dilingkungan tempat tinggal korban.

Beberapa kasus KS yang dilakukan oknum pendidik di satuan pendidikan berasrama misalnya, terjadi modus menanamkan nilai-nilai ketakziman untuk memperoleh keberkahan guru dan semua perkataan kiai atau ustadnya merupakan sesuatu yang harus dilakukan jika tidak akan mengurangi keberkahan maupun syafaat. “Sehingga, pelaku biasanya dianggap memiliki kebenaran hakiki baik ucapan maupun tindakannya. Hingga hanya sedikit masyarakat yang mempercayai kebenaran peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban yang notabene masih di bawah umur”, ungkap Retno.

Rekomendasi

1. Mengapresiasi pihak Polresta Sleman yang bergerak cepat menangkap pelaku dan sudah melakukan penahanan meskipun pelaku membantah tuduhan terhadapnya;

2. Mendukung pihak kepolisian menuntaskan kasus kekerasan guru ngaji di Sleman, D.I. Yogjakarta dengan memastikan penggunaan UU Perlindungan Anak sehingga pelaku dapat dijerat hukuman lebih berat dan ada pemberatan hukuman mengingat pelaku merupakan orang terdekat korban, tuntutan hukuman maksimal dapat dilakukan agar ada efek jera dan pelaku sudah merusak mental/psikologi dan masa depan para korbannya yang masih di bawah umur;

3. Mendorong pihak sekolah formal tempat anak-anak korban menimba ilmu, agar supaya pendidikan anak korban yang masih berstatus pelajar terus dapat dipenuhi. Selain itu, pihak sekolah juga harus mencegah agar anak korban tidak mengalami perundungan dari teman-teman di sekolahnya, sehingga tidak mengalami trauma untuk kedua kalinya;

4. Mendorong pemenuhan hak pemulihan psikologi anak-anak korban oleh pemerintah daerah sampai tuntas, mengingat proses pemulihan psikologi anak korban KS umumnya membutuhkan waktu pemulihan yang cukup panjang dan harus tuntas.

5. Mendorong para orangtua untuk melakukan pendidikan seks sedari dini sesuai usia anak, agar anak-anak dapat melindungi dirinya dari segala bentuk kekerasan seksual dan berani speak-up atau bicara atas apa yang dialaminya.

“Pendidikan seks termasuk pendidikan kesehatan reproduksi dapat mencegah anak-anak kita menjadi korban kekerasan seksual, karena banyak anak tidak tahu kalau dirinya dilecehkan atau dicabuli karena minimnya pengetahuan tentang hal tersebut”, pungkas Retno.

Jakarta, 5 Mei 2023
Retno Listyarti (Pemerhati Anak dan Pendidikan)
HP 085894626212

(Mang Sambas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *