Kedua, peran media. merebaknya media massa dan online, terkadang menjadikan kasus kekerasan terhadap peserta didik menjadi berita heboh. Ironismya, pemberitaan media sering kali mengalami bias, lebih suka memposisikan guru sebagai pihak “tertuduh”. Media hanya meliput fenomena di permukaan, namun realitas yang terkadang lebih determinan sering kali luput dari pemberitaan.
Ketiga, ada semacam desakralisasi guru. Guru tidak lagi dianggap sebagai sosok ideal yang harus dihormati (sakral). Keberkahan guru sebagai penyampai ilmu Tuhan, sudah mulai luntur dalam pandangan masyarakat. Padahal sakralitas ini dalam pandangan agama Islam benar-benar dipegang teguh. Misalnya pernyataan Sayyidina Ali: “Aku adalah budak bagi orang yang mengajariku satu huruf dari ilmu”.
Tiga kecenderungan ini, boleh saja tidak semuanya berlaku dalam ranah sosial masyarakat kita. Namun hal ini kian lama kian mengkristal, menjadikan guru tidak lagi dipandang sebagai sosok ideal yang ditempakan pada posisi tinggi. Dan dalam hal regulasi, Sistem Pendidikan kita tidak memberikan perlindungan profesi yang tegas bagi guru. Jika guru adalah profesi, maka kiranya perlu perlindungan bagi guru dalam melaksanakan tugas profesinya.