Potensi Distrust Akibat Paradoks Sikap dan Pernyataan Gubernur Selaku Dansatgas Citarum?

C. Di akhir bulan Juli 2023, muncul Surat Sekda Jabar dengan nomor 5956/PBLS.04/DLH kepada Sekda Kota/Kab se-Bandung Raya tentang pembatasan Pembuangan Sampah TPK Sarimukti, dimana coba persepsikan ke Kota/Kabupaten se-bandung Raya, bahwa aksi kami melakukan pengaduan ke KLHK, sebagai penyebab pembatasan sampah se-Bandung Raya harus dan akan segera terjadi. Maka kami menyatakan dan mempertanyakan sikap Pemprov Jabar, sbb:

Bacaan Lainnya

1. Meski kami bukan wakil rakyat, kami mewakili manusia dan Alam menuntut keadilan. Kami melakukan hak inanimatif, mengingat Alam tidak bisa menyuarakan hak mereka sendiri.

2. Pembatasan pembuangan sampah dikirim ke TPA adalah hal yang perlu didukung. Namun Kami menolak apapun alasan pembenar ataupun alasan pemaaf yang dinyatakan Pemprov Jabar untuk pembatasan pembuangan sampah tadi, karena tidak ada pengecualian yang diatur dalam UU atas apapun yang telah disampaikan Pemprov Jabar. Salah ya salah, dan jangan coba salahkan pihak lain. Patut diduga, Pemprov terkesan coba membenturkan aksi kami dengan pihak Pemkot/Pemkab, agar terjadi konflik horizontal, dan kami jadi sansak.

3. Acap terjadi ketidaksinkronan/inkonsistensi pernyataan, komitmen dengan implementasi di internal Pemprov Jabar sendiri, antara lain:
a. Pemanfaatan lahan Sarimukti sebagai TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah Kawasan Bandung Raya patut diduga tidak melewati persiapan serta perencanaan yang baik. Sifat kedaruratan ini semestinya direncanakan untuk rentang waktu 5 tahun, namun sekarang sekarang sudah beroperasi sekitar 17 tahun ternyata kondisinya tetap darurat. Meski sebagai TPA darurat, nama lokasi tetap TPK (Tempat Pengolahan Kompos) Sarimukti, yang mungkin ingin menunjukkan makna kedaruratan tempat tersebut dijadikan TPA. Dengan kondisi tersebut (desainnya TPK bukan TPA), jelas kelayakan atas keselamatan lingkungan dan kesehatan pekerja akan sulit dipertanggungjawabkan saat berurusan dengan limbah B3. Jika hari ini ada wacana sampah organik tidak dikirim ke TPA Sarimukti, akan tidak logis mengingat nama aslinya adalah Tempat Pengolahan Kompos Sarimukti, yang justru menjadi tujuan bahan organik untuk diproses.

b. Pembangunan Infrastruktur tidak melewati perencanaan yang baik dan benar, serta ajeg. Pemprov Jabar pernah menyatakan pada tahun 2021 TPAS dirancang untuk laju timbulan sampah sebanyak 1.200 ton/hari dan laju alir IPAL TPAS untuk kapasitas 6-8 lt/detik. Padahal saat perencanaan berjalan, fakta kapasitas timbulan sampah sudah jauh diatas disain yang ada (> 1.600 ton/hari), termasuk laju alir air lindi (> 14 liter/detik). Uniknya timbangan pemantau beban truk yang masuk kerap kali rusak, sehingga kami masih perlu pencerahan bagaimana bisa presisi memperhitungkan beban sampah yang masuk/harinya saat timbangan sedang rusak? Mungkin petugas yang mengukur beban sampah masuk/harinya perlu disertifikasi juga. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan karena perbedaan antara fakta dengan data dihimpun.

c. Sebuah konsekuensi logis dari perencanaan yang sekedar (point b) khususnya pada IPAL, menyebabkan teknologi IPAL yang dibanggakan bahkan dinarasikan hebat dan mahalnya melalui animasi AI, menjadi tidak bermanfaat saat kapasitas IPAL di bawah kebutuhan.

Baca berita dihalaman selanjutnya…

Pos terkait